Selasa, 08 Februari 2011

Membentuk Karakter Diri

Banyak pihak berpandangan bahwa anak-anak itu bagaikan kertas putih bersih, orang-orang dewasa bebas untuk menggambar, mewarnai, menulisi, mencoreti, bahkan menyobek dan meremas-remas kertas itu. Kegiatan orang dewasa tersebut sekarang ini terasa semakin menjadi-jadi. Anak-anak kecil harus melaksanakan banyak kegiatan, harus belajar di sekolah dengan banyak beban, harus menyerap banyak materi, mengerjakan sejumlah pekerjaan termasuk tugas dan pekerjaan rumah, sampai harus mengikuti banyak kursus (Riyanto, 2004:2).
Theo dan Martin Handoko (2004:2) juga mengatakan bahwa budaya instant mau serba cepat dan tanpa usaha dan dalam suasana kompetisi sudah sangat mempengarui cara pikir dan perlakuan orang dewasa terhadap anak. Orang tua menginginkan agar anak-anaknya cepat menguasai sesuatu dalam jumlah yang banyak dan lebih lebih hebat dari pada anak-anak lainnya. Seringkali di jumpai anak-anak kecil berangkat ke sekolah dengan bebab berat (tas besar dan berisi banyak alat sekolah) dengan wajah tidak ceria, pulang dengan wajah lesu dan tertekan karena banyak tugas dan pekerjaan rumah, istilah komputernya “ overloaded”. Mereka kehilangan keceriaan dan dunia bermain mereka, kehilangan dunia kanak-kanak mereka yang penuh dengan suasana bermain, bernyanyi, menari, berfantasi (khayalan) dan melakukan sesuatu tanpa beban.
Perkembangan seorang anak terbentuk pada masa kanak-kanak. Proses-proses perkembangan yang terjadi dalam diri seorang anak di tambah dengan apa yang dialami dan diterima selama masa anak-anaknya secara sedikit demi sedikit memungkinkan ia tumbuh dan berkembang menjadi manusia dewasa. Masa anak-anak adalah periode kritis dimana mereka mulai belajar untuk merekam, mengidentifikasikan perilaku hidup orang dewasa. Erickson (Hurluck : 1978) menarik kesimpulan bahwa masa anak-anak merupakan gambaran awal manusia  sebagai manusia, tempat dimana kebaikan dan sifat buruk kita yang tertentu dengan lambat, namun jelas berkembang dan mewujudkan dirinya. Apa yang akan dipelajari seorang anak tergantung pada bagaimana orag tua memenuhi kebutuhan dasar anak akan makanan, perhatian, dan cintakasih. Sekali ia belajar, sikap demikian akan mewarnai persepsi individu akan masyarakat dan suasana sepanjang hidup.
Pengalamanan-pengalaman pada masa anak-anak merupakan landasan dasar bagi bentuk kepribadian kita pada saat sekarang. Lebih dari itu diri anak yang pernah kita alami dimasa dahulu, pada hakekatnya “ ada melekat” pada diri kita masing-masing. Sampai pada satu derajat tertentu, kita merupakan produk dari pemeliharaan dan pembentukan yang telah kita terima pada masa anak-anak. Pada masa anak-anak kita membuat rekaman atas berbagai situasi yang ada dihadapan kita kala itu. Kita mulai mempelajari dan mengindentifikasikan perilaku orang dewasa; belajar bagaimana membentak, bagaimana perilaku marah, bagaimana reaksi senang dsb.
Kita masing-masing dibentuk oleh pengalaman dan situasi yang berbeda-beda dalam keluarga kita masing-masing. Bentukan-bentukan masalalu itulah yang akhirnya mempengarui respon kita dalam menghadapi peristiwa-peristiwa yang dihadapkan dalam hidup kita. Situasi-situasi yang dihadapkan pada kita memang tidak bisa kita kontrol atau kita kendalikan tetapi kita bisa mengendalikan reaksi kita dalam menghadapi peristiwa tersebut. Memang tidak ada yang sempurna; Walaupun tidak sempurna, kita tetap individu yang unik  dan mengagumkan dengan banyak ciri kharakter positif yang kuat. Dan mungkin juga mempunyai ciri-ciri lain yang belum sepenuhnya kita kembangkan atau bahkan belum kita temukan.